ilustrasi awal python tercipta hingga saat ini dan fumgsi utama python itu sendiri
Tujuan Utama Python
Ketika kita bicara tentang bahasa pemrograman, sering kali fokus kita langsung tertuju pada kecepatan eksekusi, efisiensi memori, atau fitur-fitur canggih. Namun, Python datang dengan filosofi yang berbeda, sebuah tujuan yang begitu sederhana namun revolusioner: menjadi bahasa yang mudah dibaca.
Bagi Guido van Rossum, pencipta Python, kode bukanlah sekadar instruksi untuk komputer. Kode adalah pesan, sebuah cerita yang ditulis oleh programmer untuk programmer lain, dan yang paling penting, untuk dirinya sendiri di masa depan. Artikel ini akan membawa Anda masuk ke dalam pikiran Guido, menjelajahi alasan di balik obsesinya terhadap keterbacaan, dan bagaimana keputusan radikal ini membentuk DNA Python, mengubah cara jutaan orang di seluruh dunia berinteraksi dengan coding
Dunia yang Rumit dan Kode yang Keras Kepala
Untuk memahami pentingnya keterbacaan, kita harus kembali ke era 1980-an, sebuah masa di mana dunia pemrograman didominasi oleh bahasa-bahasa seperti C, C++, dan Perl. Bahasa-bahasa ini, meskipun sangat kuat, dikenal karena sintaksnya yang padat dan sering kali membingungkan.
Kode C, misalnya, dipenuhi dengan tanda kurung kurawal {} dan titik koma ;. Setiap baris adalah
sebuah pernyataan yang harus diakhiri dengan tanda baca tertentu, membuat kode
terlihat seperti labirin simbol. Sementara itu, Perl sering dijuluki sebagai
bahasa "write-only" karena kode yang ditulis di dalamnya bisa sangat
sulit dibaca bahkan oleh penulisnya sendiri beberapa minggu kemudian.
Bayangkan Anda seorang programmer yang bekerja dalam tim. Anda menghabiskan berjam-jam menulis sebuah skrip, penuh dengan logika yang rumit, lalu Anda menyerahkannya ke rekan tim Anda. Rekan Anda mungkin akan menghabiskan waktu yang sama untuk mencoba memahami apa yang Anda tulis. Ini bukan hanya membuang-buang waktu; ini menciptakan friksi dan kesalahan. Kode yang sulit dibaca adalah kode yang rawan bug.
Guido van Rossum, yang saat itu bekerja di Centrum Wiskunde & Informatica (CWI), menyadari masalah fundamental ini. Ia melihat bahwa bahasa-bahasa yang ada memaksa programmer untuk berpikir seperti komputer, bukan seperti manusia. Ia bertanya-tanya, “Bagaimana jika kita bisa membalikkan keadaan? Bagaimana jika bahasa pemrograman dirancang agar mudah dipahami oleh otak manusia?”
Inspirasi dari Bahasa ABC dan Sebuah Keputusan Radikal
Ide untuk keterbacaan ini bukanlah sesuatu yang muncul dari ketiadaan. Guido sebelumnya adalah bagian dari tim yang mengembangkan bahasa pemrograman ABC. ABC adalah bahasa yang sangat bersih dan minimalis, dirancang untuk mengajarkan konsep pemrograman tanpa kerumitan. Namun, seperti yang kita tahu, ABC terlalu terbatas untuk proyek-proyek yang lebih kompleks.
Meskipun demikian, ada satu hal dari ABC yang sangat disukai Guido:
penggunaan indentasi untuk
menandai blok kode. Alih-alih menggunakan tanda kurung kurawal atau end yang membingungkan, ABC
hanya mengandalkan spasi atau tab di awal baris untuk menunjukkan struktur. Ide
ini terasa sangat natural dan visual. Anda bisa melihat struktur kode hanya
dengan meliriknya, seperti mengamati outline sebuah tulisan.
Ketika ia mulai mengerjakan proyek pribadinya yang kemudian menjadi Python Guido membuat sebuah keputusan berani yang membedakan Python dari semua bahasa lain di zamannya. Ia memutuskan untuk menjadikan indentasi sebagai bagian wajib dari sintaks. Di Python, Anda tidak bisa sembarangan memberi spasi. Spasi dan tab di awal baris memiliki makna. Ini adalah aturan yang tidak bisa dilanggar.
Keputusan ini pada awalnya kontroversial. Banyak programmer yang skeptis. Mereka merasa bahwa ini adalah pembatasan yang tidak perlu. Namun, Guido meyakini bahwa keterbatasan ini adalah sebuah kekuatan. Dengan memaksa programmer untuk menulis kode yang rapi, ia memastikan bahwa setiap baris yang ditulis akan mudah dipahami oleh siapa pun yang membacanya.
Lahirnya "The Zen of Python"
Filosofi keterbacaan ini tidak hanya berhenti pada indentasi. Itu meresap ke dalam setiap aspek desain Python. Tipe data, struktur kontrol, dan bahkan nama-nama pustaka dirancang untuk menjadi intuitif.
Misalnya, untuk memeriksa apakah suatu nilai ada di dalam sebuah daftar,
bahasa pemrograman lain mungkin akan menggunakan fungsi yang rumit seperti array_find_element(my_array,
'value'). Di Python, sintaksnya sesederhana if 'value' in my_list:. Ini adalah kode yang bisa dibaca dan dipahami bahkan oleh
non-programmer.
Filosofi ini akhirnya dirangkum dengan indah oleh Tim Peters, salah satu
kontributor awal, dalam sebuah tulisan yang dikenal sebagai "The Zen of Python" (PEP
20). Anda bisa mengaksesnya kapan saja di Python dengan mengetik import this pada interpreter. Beberapa
prinsip utamanya adalah:
- Beautiful is better than ugly. (Indah lebih baik daripada jelek)
- Explicit is better than implicit. (Eksplisit lebih baik daripada implisit)
- Simple is better than complex. (Sederhana lebih baik daripada rumit)
- Readability counts. (Keterbacaan itu penting)
Ini bukan sekadar pedoman; ini adalah panduan moral bagi setiap programmer Python. Prinsip ini secara jelas menyatakan bahwa tujuan utama kita saat menulis kode bukanlah untuk memamerkan kejeniusan kita, melainkan untuk menciptakan sesuatu yang bisa dipahami dan dikembangkan oleh orang lain.
Dampak Nyata dari Keterbacaan
Mengapa obsesi terhadap keterbacaan ini begitu penting? Dampaknya sangat besar dan terasa di mana-mana.
1. Belajar yang Lebih Cepat: Python menjadi bahasa pengantar yang paling populer di dunia, dari universitas hingga kursus online. Anak-anak sekolah dan orang dewasa yang baru memulai karir di dunia teknologi bisa memahami Python dengan cepat karena sintaksnya yang mirip dengan bahasa Inggris. Kurva belajar yang landai ini membuka pintu bagi jutaan orang yang sebelumnya merasa terintimidasi oleh coding.
2. Kolaborasi yang Efisien: Dalam sebuah proyek besar, programmer menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca kode daripada menulisnya. Dengan Python, proses membaca ini menjadi jauh lebih cepat dan lebih sedikit kesalahan. Tim dapat berkolaborasi lebih efektif, mempercepat siklus pengembangan, dan mengurangi bug.
3. Pemeliharaan yang Mudah: Kode yang mudah dibaca juga mudah untuk dirawat. Ketika Anda harus kembali ke sebuah proyek yang Anda tinggalkan selama berbulan-bulan, Anda tidak perlu menghabiskan waktu berjam-jam untuk memecahkan teka-teki logika yang Anda buat sendiri. Dengan Python, Anda bisa langsung memahami kembali alur kode dan membuat perubahan dengan percaya diri.
4. Ekspansi di Berbagai Bidang: Karena keterbacaannya, Python dengan cepat menyebar ke berbagai bidang yang tidak terpikirkan sebelumnya. Para ilmuwan data, analis keuangan, dan bahkan seniman mulai menggunakan Python. Mereka bukanlah programmer profesional, tetapi mereka bisa memanfaatkan Python untuk menyelesaikan masalah mereka. Bahasa ini menjadi jembatan antara dunia coding dan berbagai disiplin ilmu lainnya.
Kode yang Bercerita
Pada akhirnya, tujuan utama Python tidak pernah berubah. Ia tidak pernah ingin menjadi bahasa tercepat atau terkuat di dunia. Tujuan utamanya adalah menjadi bahasa yang paling mudah dipahami. Python adalah pengingat bahwa dalam dunia teknologi yang semakin kompleks, kemanusiaan masih memegang peran penting.
Ketika Anda menulis kode Python, Anda tidak hanya memberi instruksi kepada komputer. Anda sedang bercerita. Setiap baris adalah sebuah kalimat, setiap fungsi adalah sebuah paragraf, dan setiap program adalah sebuah kisah. Guido van Rossum melihat potensi ini sejak awal, dan dengan keputusannya yang berani, ia menciptakan sebuah bahasa yang tidak hanya berfungsi dengan baik, tetapi juga berbicara dengan jelas.

Komentar
Posting Komentar